This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 27 Juni 2012

OUTSOURCING: Izin Pendirian Usaha Terlalu Mudah, Tenaga Kerja Rawan Masalah

JAKARTA – Kemudahan pendirian usaha outsourcing dinilai menjadi penyebab dari munculnya masalah-masalah yang terus melingkupi tenaga kerja outsourcing.

Izin mendirikan usaha dapat diberikan dengan memenuhi syarat berupa bukti berbadan hukum, surat izin usaha, dan anggaran dasar. Idealnya, menurut Subdit Perijinan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hendri Alizar, perlu dilampirkan pula keberadaan bank garansi dan kepastian alamat kantor.
“Artinya, ada jaminan kepada tenaga kerja terhadap besaran upah yang ia terima ataupun hak lain terkait pesangon dan THR,” tuturnya, Selasa (19/6/2012). Sejauh ini, kerja sama antara perusahaan outsourcing dengan usaha induk seharusnya dituangkan dalam sebuah perjanjian. Seluruh bentuk perjanjian seperti waktu kerja dan besaran upah tertuang di dalam sana.
Namun, terang Hendri, banyak dari perusahaan ini yang tidak mendaftarkan perjanjian tersebut ke dinas terkait atau Kemenakertrans. Permasalahan outsourching muncul kebanyakan dari perusahaan-perusahaan yang tidak mendaftarkan perjanjian tersebut. Ia menduga, tidak didaftarkannya perjanjian tersebut disebabkan adanya niat buruk dari kedua belah pihak dalam memperlakukan tenaga kerja outsourcing yang tidak sesuai dengan aturan berlaku. Sementara, ia mengakui pengawasan secara menyeluruh sulit dilaksanakan sendiri oleh pemerintah.
Pengawasan yang efektif, menurutnya dilakukan melalui komite pengawasan yang melibatkan serikat pekerja dan perusahaan. Keberadaan otonomi daerah juga menjadi hambatan di saat dinas-dinas kabupaten/kota sulit diajak bekerja sama untuk dimintai data-data terkait perusahaan outsourcing.
Jika memang diketahui terjadi pelanggaran dalam perjanjian sehingga merugikan tenaga kerja outsourcing, Hendri mengatakan bahwa perusahaan tersebut akan dicabut izin kerjanya. Sayangnya, Hendri sulit menyebutkan data pasti terkait keberadaan usaha yang bermasalah, karena data lebih banyak dimiliki di tingkat kabupaten/kota.
Subiyanto Pudin, Sekjen DPP Serikat Pekerja Seluruh Indonesia mengakui bahwa banyak sekali perusahaan outsourcing yang abal-abal. Ia mengungkapkan bahwa kondisi di lapangan adalah dengan mengandalkan kop surat dan stempel sudah bisa membuat usaha serupa. Ia menyebutkan bahwa perlu adanya kesadaran politik dari pekerja untuk memperjuangkan nasib mereka. Kesadaran tersebut, tambahnya, perlu dilengkapi dengan keilmuan yang memadai. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa usaha outsourcing memang merupakan usaha yang berkualifikasi.
Pengamat ekonomi Didik Rachbini mengungkapkan bahwa keberadaan outsourcing sejatinya tetap diperlukan. Sebagai penyedia tenaga kerja bagi pekerjaan sementara, paparnya, jenis usaha seperti ini bisa menjadi pelengkap bagi usaha induk. Ia menyayangkan kontrol yang kurang membuat manfaat outsourcing menjadi hilang karena perusahaan malah menyalahgunakannya. Menurutnya, daya tawar serikat pekerja yang masih sangat rendah membuat diri mereka kurang dipertimbangkan.( Harian Jogja)

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Distribusi Jateng dan DIY, menilai tuntutan pekerja outsourcing untuk diangkat sebagai pegawai tetap berlebihan.


SEMARANG- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Distribusi Jateng dan DIY, menilai tuntutan pekerja outsourcing untuk diangkat sebagai pegawai tetap berlebihan.
Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN Persero Distribusi Jateng-Daerah Istimewa Yogakarta (DIY), Supriyono, mengatakan pekerja outsourcing tak ada ikatan dengan PLN.
”Kami kerja sama dengan pihak vendor atau perusahaan yang menyediakan pekerja outsourcing, sehingga bila mereka menuntut diangkat menjadi pegawai tetap berlebihan,” katanya ketika dihubungi Solopos.com di Semarang, Rabu (20/6/2012).
Kecuali, lanjut ia, bila sejak awal para pekerja outsourcing itu ada ikatan kontrak kerja dengan PLN masih memungkinkan diangkat menjadi pegawai tetap. Namun, para pekerja tersebut kontrak kerjanya dengan pihak vendor, sehingga tak ada hubungan dengan PLN.
Menurutnya jumlah vendor yang memasok tenaga kerja dengan sistem kontrak di PLN Distribusi Jateng dan DIY cukup banyak. ”Kalau para pekerja outsourcing itu kemudian menuntut diangkat menjadi pegawai tetap PLN, secara logika hukum tak bisa dan berlebihan,” ujarnya.
Menanggapi ancaman mogok massal pekerja outsourcing, Supriyono, menyatakan akan melakukan koordinasi dengan pihak vendor. ”Pihak vendor akan kami tegur, supaya pekerjanya tak sampai melakukan mogok kerja,” tandasnya.
Seperti diberitakan pekerja outsourcing PLN di wilayah Jateng mengancam melakukan mogok massal, bila tak diangkat sebagai karyawan tetap. Jumlah pekerja outsourcing PLN Jateng mencapai 15.000 orang. Mereka bertugas di bagian operator gardu induk, operator pembangkit, tenaga administrasi teknik, keuangan, pencatat meter, dan bagian lain
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Pekerja (SP) PT PLN Jateng, M Soefaat Sutarso, memberikan batas waktu sampai akhir Juni 2012 kepada PLN untuk memenuhi tuntutan pekerja.
“Kalau tuntutan kami tak dipenuhi terpaksa melakukan mogok kerja massal,” katanya.--( Harian Yogya pos )

Outsourcing dalam PLN dibagi dalam 2 (dua) kategori


21 Juni 2012 - 10:20

Outsourcing dalam PLN dibagi dalam 2 (dua) kategori
Pertama Pemborong pekerjaan (PP) yang mana mekanisme kerja dilakukan dengan perintah tidak langsung dari pemberi pekerjaan adapun pekerjaan itu antara lain Petugas Cater (Pembaca Meter kWh, Pelayanan Teknik (Yantek), Satpam, Teknisi Teknologi Informasi, Pemantau Jaringan dll.

Kedua Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTK) dimana mekanisme kerja dilakukan dengan perintah langsung dari pemberi pekerjaan, adapun pekerjaan itu meliputi Pelaksana Administrasi, Sekretaris, Pelayanan Pelanggan, Operator Pembangkit, Operator Gardu Induk, Operator Distribusi (untuk di Area keatas), Tusbung dan P2TL.

Dari semua pelaksanaan Outsourcing di PLN yang kami alami dan saya tahu antara lain:

1. Kontarktor dalam mendapatkan buruh sebagian tidak dengan cara perekrutan tapi buruh tersebut telah menghonor bertahun-tahun di PLN lalu direkrut dan kekurangan serta bertambahnya kebutuhan pihak PLN pihak kontraktor baru mengadakan perekrutan.

2. Pelaksanaan kontrak dilaksanakan dalam waktu 6 bulan sampai satu tahun sekali dan di lelang kembali dengan setatus kontrak PKWT.

3. Dalam satu area lebih satu kontraktor yang menjadi pelaksana jasa PP atau PJTK, akhirnya kamitidak bisa berasosiasi atau berserikat untuk menyuarakan hak-hak kami yang selalu di pinggirkan/ dizalimi.

4. Masa depan buruh tidak lebih bagaikan sebagai alat produksi apabila perusahaan PLN sudah tidak membutuhkan lagi akan buruh akan dibuang tanpa kompensasi apa-apa sama seperti mobil tua.
5. System kontrak ini tidak lagi menmandang masa kerja buruh dan buruh hanya mendapatkan upah UMP saja.

6. Ini dulu yang kami sampaikan dan masih banyak lagi.

Adapun pelanggaran Undang-Undang no. 13 tahun 2003 antara lain:

1. Pada saat Undang-undang No. 13 tahun 2003 diberlakukan, PLN mengeluarkan peraturan dengan SK Direksi No. 118.K/010/DIR/2004 sehingga honorarium yang sudah mengalami kesusahan bersama pegawai untuk melewati masa krisis moneter namun imbalan PLN kepada buruh dipaksa atau terpaksa ikut jadi outsourcing dan PLN pada waktu itu tidak dapat menambah pegawai lagi dari tahun 1995.
Yang menyakitkan lagi bagi kami ex honorarium kususnya bagian pelaksana pada tahun 2004 PLN melakukan perekrutan pegawai baru tanpa merekrut ex honorarium.

2. PLN telah melanggar Pelaksanaan UU No.13 tahun 2003 dengan memberlakukan system PKWT padahal semua pekerjaan yang ada di PLN tidak bisa dilaksanakan dengan system PKWT tetapi PKWTT, yang lebih parah lagi adalah PLN hanya melaksanakan peraturan UU No. 13 tahun 2003 Pasal 64 tanpa melihat jenis pekerjaan dan waktu pelaksanaan pekerjaan berakhir.
3. PLN melanggar HAM khususnya dengan sengaja dalam satu area bahkan dalam satu atap ada beberapa kontraktor dibidang pelaksana administrasi sehingga kami tidak bisa berasosiasi atau berserikat untuk menyuarakan aspirasi kami.
4. Dan bayak lagi yang lainnya

Rabu, 20 Juni 2012

PLN Khawatir Ancaman Mogok 100 Ribu Pegawai

VIVAnews - Sekitar 100 ribu karyawan outsourcing PT Perusahaan Listrik Negara mengancam akan menggelar aksi mogok nasional. Mereka menuntut pemerintah menghapus sistem kerja kontrak dan outsourcing di Badan Usaha Milik Negara tersebut.

Menurut Ahmad Daryoko,  Presiden Konfederasi Serikat Nasional Pekerja Outsourcing, pekerja outsourcing yang ada di PLN meliputi operator gardu induk, administrasi, hingga pencatat meteran listrik. Pekerjaan itu,  merupakan pekerjaan pokok. Dan, para pegawai sering diminta kerja melebihi batas waktu tanpa upah lembur.

Ahmad Daryoko mengatakan, para pekerja outsourcing tersebut dikontrak secara bervariasi. Paling lama dikontrak selama 2O tahun.

"Padahal, dalam aturan perundang-undangan jelas ditulis bahwa mereka yang dikontrak selama 2 tahun berturut-turut harus diangkat menjadi pegawai tetap," ujar Daryoko di Semarang, Jawa Tengah, Selasa 19 Juni 2012.

Hari ini, serikat pekerja outsourcing PLN mengadakan pertemuan di kantor cabang PLN Jateng. Dari semua provinsi di Indonesia, hanya Aceh dan Papua yang tidak mengikuti pertemuan hari ini.

"Namun kita sudah koordinasikan lewat telepon dan mereka mendukung aksi mogok nasional apabila tuntutan kami tidak ditanggapi," tutur Ahmad Daryoko.

Sementara itu, Corporate Secretary PT PLN, Adi Supriono, mengatakan pihaknya tidak berharap ada aksi pemogokan dari para pegawai outssourcing tersebut. PLN berharap ada titik temu permasalahan ini. "Mudah-mudahan ada penyelesaian. Kita akan bicara baik-baik," kata Adi saat dikonfirmasi VIVAnews.

Diakui Adi, memang beberapa pegawai dari tenaga outsourcing ini  telah lama bekerja di PLN. Awalnya,  para pegawai ini terikat kontrak dengan koperasi PLN sebagai tenaga outsourcing.
"Mungkin karena sudah terlalu lama, mereka minta diangkat jadi pegawai tetap. Tapi sebenarnya mereka kerja dengan perusahaan outsourcing yang dulu koperasi PLN," tambah Adi.

Selasa, 19 Juni 2012

Hati-Hati, Rahasia anda bisa diketahui PLN !

Satu pasangan muda sangat bersuka cita demi mengetahui sang isteri hamil muda, namun sebelum mendapat kepastian dari dokter, mereka sepakat untuk merahasiakan kehamilan tersebut.
Isteri: “Pak, nggak usah diomongin dulu ya…takut gagal, ‘kan nggak enak kalau sudah di-omong2in”
Suami: “Oke deh ma, janji nggak bakalan diomongin sebelum ada konfirmasi dokter”
Tiba2 datang karyawan PLN ke rumah mereka untuk menyerahkan tagihan dan denda atas tunggakan rekening listrik mereka bulan yang lalu.
Tukang Rekening PLN: “Nyonya terlambat 1 bulan.”
Isteri: “Bapak tahu dari mana…? Papa… Tolong nih bicara sama orang PLN ini…!”
Suami: “Eh, sembarangan… bagaimana anda bisa tahu masalah ini?”
Tukang Rekening PLN: “Semua tercatat di kantor kami, Pak.”
Suami (tambah sengit): “Oke, besok saja saya ke kantor Bapak untuk menyelesaikan masalah ini!”

== Esok harinya… ==
Suami: “Bagaimana PLN tahu rahasia keluarga saya?”
Karyawan PLN: “Ya tahu dong, lha wong ada catatannya pada kami!”
Suami: “Jadi saya mesti bagaimana agar berita ini dirahasiakan, Pak?”
Karyawan PLN: “Ya mesti bayar dong Pak!”
Suami (sialan gue diperes nih!) : “Kalau saya tidak mau bayar,bagaimana?”
Karyawan PLN: “Ya punya Bapak terpaksa kami putus…”
Suami: “Maknya di kupyak…? Lha, kalo diputus…nanti isteri saya bagaimana…?”
Karyawan PLN: “Kan masih bisa pakai lilin.” <– Perusahaan Lilin Negara (PLN) memberi saran
Suami: “@?#!!*&%$????”

Fakta berikut ini, ketika memberikan penjelasan sering menggunakan bahasa yang tidak mudah dicerna oleh masyarakat, hingga akhirnya terjadi salah faham, itu merupakan kemungkinan lain terjadinya penipuan di lapangan.

Semoga cerita singkat diatas bisa menjadi bahan renungan.

Senin, 18 Juni 2012

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) Siapkan Edaran Larangan Outsourcing - PPCI PPCI: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) Siapkan Edaran Larangan Outsourcing

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) akan mengeluarkan edaran sebagai petunjuk pelaksanaan pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang larangan outsourcing.
“Putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan harus secepatnya diimplementasikan surat edaran sebagai guidance pelaksanaan putusan MK ini,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsostek) Myra M Hanartani, di Kantor Kemnakertrans, Jakarta.
Putusan MK tidak serta merta langsung dilaksanakan begitu saja. Untuk itu perlu semacam petunjuk pelaksanaan. Demikian pula dengan tenaga kerja outsourcing tidak tiba-tiba langsung diangkat. “Harus diatur kapan outsourcing diubah dan kapan pemberlakuannya,” jelasnya.
Kemnakertrans akan mengeluarkan edaran secepatnya dalam pekan ini. Meski pelaksanaan putusan MK ini sendiri diberlakukan hingga perjanjian kerja outsourcing berakhir.
Myra mengingatkan outsourcing adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. PKWT inilah yang mendasari adanya pekerja kontrak.
Berdasarkan putusan MK, ada beberapa pasal yang harus diubah atau tidak diberlakukan atau tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga harus diupayakan untuk dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang baru.
Myra berharap mudah-mudahan semua pemangku kepentingan menyadari semua itu bahwa bagaimanapun ini harus dikemas dalam bentuk peraturan perundang-undangan. “Kalau memang semua sudah sepakat, kan bisa saja masuk di legislasi nasional (legnas) atau mungkin bisa diupayakan kembali UU-nya,” katanya.
Sebelumnya, Selasa (17/1), MK memutuskan ketidakpastian pekerja dengan sistem kontrak, termasuk outsourcing, telah melanggar konstitusi. Putusan ini dinilai memberi dampak positif pada pemenuhan hak-hak buruh. MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Permohonan pengujian UU Ketenagakerjaan ini diajukan oleh Didik Suprijadi yang mewakili lembaga swadaya masyarakat (LSM) Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2MLI). Oleh MK, aturan untuk pekerja outsourcing (penyedia jasa pekerjaan) dalam UU tersebut, yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b dianggap inkonstitusional jika tidak menjamin hak-hak pekerja.
Ketua MK Mahfud MD mengatakan aturan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja atau buruh yang objek kerjanya tetap ada walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Mahfud berpendapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi konstitusi. Karena itu, mahkamah memastikan aturan tersebut bisa menjamin adanya hubungan kerja yang melindungi hak-hak pekerja dan model outsourcing tidak disalahgunakan perusahaan.
MK juga menilai bahwa posisi buruh outsourcing dalam hubungannya dengan perusahaan menghadapi ketidakpastian kelanjutan kerja apabila hubungan kerja dilakukan berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Perjanjian kerja ini memberi implikasi jika hubungan pemberian kerja antara perusahaan pemberi kerja dengan perusahaan outsourcing habis, habis pula masa kerja buruh.
Buruh juga mengalami ketidakpastian masa kerja karena tidak diperhitungkan secara jelas akibat sering bergantinya perusahaan penyedia jasa outsourcing. Dampaknya adalah hilangnya kesempatan pekerja outsourcing untuk memperoleh pendapatan, tunjangan yang sesuai dengan masa kerja dan pengabdiannya.(dry)

Jumat, 15 Juni 2012

Ratusan Ribu Pekerja Outsourcing PLN Siap Mogok Kerja


Jakarta  - Karena merasa didholimi oleh Dirut PT PLN dan  Meneg BUMN Dahlan Iskan (mantan Dirut PLN), maka ratusan ribu pekerja outsourcing (kontrak) PLN siap mogok kerja mulai 1 Juli 2012 nanti. Mogok kerja dengan target waktu tak terbatas tersebut baru akan berakhir kalau tuntutannya agar diangkat menjadi pegawai tetap PLN dipenuhi Presiden SBY.

Kepada Suara Islam Online, Jum’at (8/6), Presiden DPP Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Ir H Ahmad Daryoko menegaskan,  pihaknya telah mengirim surat resmi berupa “ultimatum” kepada Presiden SBY tertanggal 4 Juni 2012 agar segera memenuhi tuntutan dengan mengangkat ratusan ribu pekerja outsourcing PLN menjadi pegawai tetap. Jika tidak, maka dirinya siap memimpin pemogokan nasional yang dipastikan akan melumpuhkan aktivitas PLN di seluruh Indonesia.

“Saya sudah mengirim surat resmi kepada Presiden SBY yang berisi permohonan agar pekerja outsourcing PT PLN diangkat menjadi pegawai tetap PT PLN dan menghapus sistim kontrak kerja outsourcing. Jika tidak dipenuhi, maka saya siap memimpin pemogokan nasional ribuan pekerja outsourcing PT PLN,” tegas Ahmad Daryoko.

Menurut mantan Ketua Umum SP BUMN Strategis itu, ratusan ribu pekerja outsourcing PLN yang terdiri dari pencatat meter, pelayan teknik gangguan listrik, operator gardu induk, operator pembangkit, tenaga administrasi dan keuangan dan lain-lain, adalah pekerjaan yang masuk dalam core business PLN. Mereka selama ini merasa tertindas dan diholimi karena sudah lebih dari 10 tahun tidak pernah diangkat menjadi pegawai tetap PLN. Bahkan banyak dari mereka tetap disuruh kerja keras meski hari libur tanpa dapat upah lembur. Apalagi sewaktu-waktu pekerja outsourcing dapat di PHK sehingga nasib dan masa depannya tidak menentu.

“Ini jelas merupakan perbudakan gaya baru di era reformasi sekarang. Sehingga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 27 ayat (2), pasal 28 A, pasal 28 B ayat (2), bahkan melawan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 59 ayat (1), (2) dan (4) serta pasal 65 ayat (2),” ungkap mantan Ketua Umum SP PLN tersebut.

Untuk itu melalui suratnya kepada Presiden SBY, dirinya sebagai Presiden DPP KSN mengultimatum Presiden SBY jika sampai akhir Juni ini pemerintah tidak menunjukkan respon positif  terhadap tuntutannya, maka mulai 1 Juli 2012 yang bertepatan dengan HUT Bhayangkara Polri dan kampanye Pilkada DKI Jakarta, dirinya siap memberi komando dan memimpin gerakan pemogokan nasional ratusan ribu pekerja outsourcing PLN di seluruh Indonesia. Hal itu akan menjadi perlawanan terbuka terhadap rezim dholim yang berada dibawah kepemimpinan Presiden SBY.


Kepada Suara Islam Online, Jum’at (8/6), Presiden DPP Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Ir H Ahmad Daryoko menegaskan,  pihaknya telah mengirim surat resmi berupa “ultimatum” kepada Presiden SBY tertanggal 4 Juni 2012 agar segera memenuhi tuntutan dengan mengangkat ratusan ribu pekerja outsourcing PLN menjadi pegawai tetap. Jika tidak, maka dirinya siap memimpin pemogokan nasional yang dipastikan akan melumpuhkan aktivitas PLN di seluruh Indonesia.

“Saya sudah mengirim surat resmi kepada Presiden SBY yang berisi permohonan agar pekerja outsourcing PT PLN diangkat menjadi pegawai tetap PT PLN dan menghapus sistim kontrak kerja outsourcing. Jika tidak dipenuhi, maka saya siap memimpin pemogokan nasional ribuan pekerja outsourcing PT PLN,” tegas Ahmad Daryoko.

Menurut mantan Ketua Umum SP BUMN Strategis itu, ratusan ribu pekerja outsourcing PLN yang terdiri dari pencatat meter, pelayan teknik gangguan listrik, operator gardu induk, operator pembangkit, tenaga administrasi dan keuangan dan lain-lain, adalah pekerjaan yang masuk dalam core business PLN. Mereka selama ini merasa tertindas dan diholimi karena sudah lebih dari 10 tahun tidak pernah diangkat menjadi pegawai tetap PLN. Bahkan banyak dari mereka tetap disuruh kerja keras meski hari libur tanpa dapat upah lembur. Apalagi sewaktu-waktu pekerja outsourcing dapat di PHK sehingga nasib dan masa depannya tidak menentu.

“Ini jelas merupakan perbudakan gaya baru di era reformasi sekarang. Sehingga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 27 ayat (2), pasal 28 A, pasal 28 B ayat (2), bahkan melawan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 59 ayat (1), (2) dan (4) serta pasal 65 ayat (2),” ungkap mantan Ketua Umum SP PLN tersebut.

Untuk itu melalui suratnya kepada Presiden SBY, dirinya sebagai Presiden DPP KSN mengultimatum Presiden SBY jika sampai akhir Juni ini pemerintah tidak menunjukkan respon positif  terhadap tuntutannya, maka mulai 1 Juli 2012 yang bertepatan dengan HUT Bhayangkara Polri dan kampanye Pilkada DKI Jakarta, dirinya siap memberi komando dan memimpin gerakan pemogokan nasional ratusan ribu pekerja outsourcing PLN di seluruh Indonesia. Hal itu akan menjadi perlawanan terbuka terhadap rezim dholim yang berada dibawah kepemimpinan Presiden SBY.

Mahkamah Kostitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materil UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML)


JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kostitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materil UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML). Dalam putusannya MK menilai, pekerjaan yang memiliki obyek tetap tak bisa lagi dikerjakan lewat mekanisme kontrak atau outsourcing.
Nantinya, pekerja-pekerja seperti Didik Suprijadi, yang inti pekerjaannya membaca meteran listrik, tidak dibenarkan dipekerjakan secara outsourcing karena obyek kerjanya tetap. Sistem outsourcing atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan menggunakan jasa perusahaan penyedia tenaga kerja hanya bisa dilakukan untuk pekerjaan yang objeknya tak tetap. Oyjek tak tetap contohnya pekerjaan pembangunan. Berikut isi lengkap amar putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 itu:
• Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
• Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
• Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
• Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Karena putusan MK ini, maka dua pasal yang ada di UU nomor 13 tahun 2003 itupun berubah dengan dihilangkannya kalimat 'perjanjian kerja waktu tertentu' dan 'perjanjian kerja untuk waktu tertentu.
'Bunyi dua pasal itu menjadi: Pasal 65 ayat 7 Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
Pasal 66 ayat 2 huruf b Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua berlah pihak.
Sebelum dihapuskan, dalam dua pasal itu terkandung kalimat perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dua frasa itu yang bermakna outsourcing sebelumnya disandingkan dengan kalimat pekerjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Inti putusan MK ini artinya tak lagi memberi kesempatan pada sebuah perusahaan untuk memberikan pekerjaan yang sifat objeknya tetap meskipun itu bersifat penunjang seperti pengamanan, kurir dan lainnya. Alhasil, bank-bank yang saat ini banyak mempekerjakan teller atau costumer service menggunakan sistem outsourcing tidak dibenarkan lagi.