Rabu, 27 Juni 2012

Outsourcing dalam PLN dibagi dalam 2 (dua) kategori


21 Juni 2012 - 10:20

Outsourcing dalam PLN dibagi dalam 2 (dua) kategori
Pertama Pemborong pekerjaan (PP) yang mana mekanisme kerja dilakukan dengan perintah tidak langsung dari pemberi pekerjaan adapun pekerjaan itu antara lain Petugas Cater (Pembaca Meter kWh, Pelayanan Teknik (Yantek), Satpam, Teknisi Teknologi Informasi, Pemantau Jaringan dll.

Kedua Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTK) dimana mekanisme kerja dilakukan dengan perintah langsung dari pemberi pekerjaan, adapun pekerjaan itu meliputi Pelaksana Administrasi, Sekretaris, Pelayanan Pelanggan, Operator Pembangkit, Operator Gardu Induk, Operator Distribusi (untuk di Area keatas), Tusbung dan P2TL.

Dari semua pelaksanaan Outsourcing di PLN yang kami alami dan saya tahu antara lain:

1. Kontarktor dalam mendapatkan buruh sebagian tidak dengan cara perekrutan tapi buruh tersebut telah menghonor bertahun-tahun di PLN lalu direkrut dan kekurangan serta bertambahnya kebutuhan pihak PLN pihak kontraktor baru mengadakan perekrutan.

2. Pelaksanaan kontrak dilaksanakan dalam waktu 6 bulan sampai satu tahun sekali dan di lelang kembali dengan setatus kontrak PKWT.

3. Dalam satu area lebih satu kontraktor yang menjadi pelaksana jasa PP atau PJTK, akhirnya kamitidak bisa berasosiasi atau berserikat untuk menyuarakan hak-hak kami yang selalu di pinggirkan/ dizalimi.

4. Masa depan buruh tidak lebih bagaikan sebagai alat produksi apabila perusahaan PLN sudah tidak membutuhkan lagi akan buruh akan dibuang tanpa kompensasi apa-apa sama seperti mobil tua.
5. System kontrak ini tidak lagi menmandang masa kerja buruh dan buruh hanya mendapatkan upah UMP saja.

6. Ini dulu yang kami sampaikan dan masih banyak lagi.

Adapun pelanggaran Undang-Undang no. 13 tahun 2003 antara lain:

1. Pada saat Undang-undang No. 13 tahun 2003 diberlakukan, PLN mengeluarkan peraturan dengan SK Direksi No. 118.K/010/DIR/2004 sehingga honorarium yang sudah mengalami kesusahan bersama pegawai untuk melewati masa krisis moneter namun imbalan PLN kepada buruh dipaksa atau terpaksa ikut jadi outsourcing dan PLN pada waktu itu tidak dapat menambah pegawai lagi dari tahun 1995.
Yang menyakitkan lagi bagi kami ex honorarium kususnya bagian pelaksana pada tahun 2004 PLN melakukan perekrutan pegawai baru tanpa merekrut ex honorarium.

2. PLN telah melanggar Pelaksanaan UU No.13 tahun 2003 dengan memberlakukan system PKWT padahal semua pekerjaan yang ada di PLN tidak bisa dilaksanakan dengan system PKWT tetapi PKWTT, yang lebih parah lagi adalah PLN hanya melaksanakan peraturan UU No. 13 tahun 2003 Pasal 64 tanpa melihat jenis pekerjaan dan waktu pelaksanaan pekerjaan berakhir.
3. PLN melanggar HAM khususnya dengan sengaja dalam satu area bahkan dalam satu atap ada beberapa kontraktor dibidang pelaksana administrasi sehingga kami tidak bisa berasosiasi atau berserikat untuk menyuarakan aspirasi kami.
4. Dan bayak lagi yang lainnya

0 komentar:

Posting Komentar