Rabu, 27 Juni 2012

OUTSOURCING: Izin Pendirian Usaha Terlalu Mudah, Tenaga Kerja Rawan Masalah

JAKARTA – Kemudahan pendirian usaha outsourcing dinilai menjadi penyebab dari munculnya masalah-masalah yang terus melingkupi tenaga kerja outsourcing.

Izin mendirikan usaha dapat diberikan dengan memenuhi syarat berupa bukti berbadan hukum, surat izin usaha, dan anggaran dasar. Idealnya, menurut Subdit Perijinan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hendri Alizar, perlu dilampirkan pula keberadaan bank garansi dan kepastian alamat kantor.
“Artinya, ada jaminan kepada tenaga kerja terhadap besaran upah yang ia terima ataupun hak lain terkait pesangon dan THR,” tuturnya, Selasa (19/6/2012). Sejauh ini, kerja sama antara perusahaan outsourcing dengan usaha induk seharusnya dituangkan dalam sebuah perjanjian. Seluruh bentuk perjanjian seperti waktu kerja dan besaran upah tertuang di dalam sana.
Namun, terang Hendri, banyak dari perusahaan ini yang tidak mendaftarkan perjanjian tersebut ke dinas terkait atau Kemenakertrans. Permasalahan outsourching muncul kebanyakan dari perusahaan-perusahaan yang tidak mendaftarkan perjanjian tersebut. Ia menduga, tidak didaftarkannya perjanjian tersebut disebabkan adanya niat buruk dari kedua belah pihak dalam memperlakukan tenaga kerja outsourcing yang tidak sesuai dengan aturan berlaku. Sementara, ia mengakui pengawasan secara menyeluruh sulit dilaksanakan sendiri oleh pemerintah.
Pengawasan yang efektif, menurutnya dilakukan melalui komite pengawasan yang melibatkan serikat pekerja dan perusahaan. Keberadaan otonomi daerah juga menjadi hambatan di saat dinas-dinas kabupaten/kota sulit diajak bekerja sama untuk dimintai data-data terkait perusahaan outsourcing.
Jika memang diketahui terjadi pelanggaran dalam perjanjian sehingga merugikan tenaga kerja outsourcing, Hendri mengatakan bahwa perusahaan tersebut akan dicabut izin kerjanya. Sayangnya, Hendri sulit menyebutkan data pasti terkait keberadaan usaha yang bermasalah, karena data lebih banyak dimiliki di tingkat kabupaten/kota.
Subiyanto Pudin, Sekjen DPP Serikat Pekerja Seluruh Indonesia mengakui bahwa banyak sekali perusahaan outsourcing yang abal-abal. Ia mengungkapkan bahwa kondisi di lapangan adalah dengan mengandalkan kop surat dan stempel sudah bisa membuat usaha serupa. Ia menyebutkan bahwa perlu adanya kesadaran politik dari pekerja untuk memperjuangkan nasib mereka. Kesadaran tersebut, tambahnya, perlu dilengkapi dengan keilmuan yang memadai. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa usaha outsourcing memang merupakan usaha yang berkualifikasi.
Pengamat ekonomi Didik Rachbini mengungkapkan bahwa keberadaan outsourcing sejatinya tetap diperlukan. Sebagai penyedia tenaga kerja bagi pekerjaan sementara, paparnya, jenis usaha seperti ini bisa menjadi pelengkap bagi usaha induk. Ia menyayangkan kontrol yang kurang membuat manfaat outsourcing menjadi hilang karena perusahaan malah menyalahgunakannya. Menurutnya, daya tawar serikat pekerja yang masih sangat rendah membuat diri mereka kurang dipertimbangkan.( Harian Jogja)

0 komentar:

Posting Komentar