Senin, 18 Juni 2012

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) Siapkan Edaran Larangan Outsourcing - PPCI PPCI: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) Siapkan Edaran Larangan Outsourcing

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) akan mengeluarkan edaran sebagai petunjuk pelaksanaan pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang larangan outsourcing.
“Putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan harus secepatnya diimplementasikan surat edaran sebagai guidance pelaksanaan putusan MK ini,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsostek) Myra M Hanartani, di Kantor Kemnakertrans, Jakarta.
Putusan MK tidak serta merta langsung dilaksanakan begitu saja. Untuk itu perlu semacam petunjuk pelaksanaan. Demikian pula dengan tenaga kerja outsourcing tidak tiba-tiba langsung diangkat. “Harus diatur kapan outsourcing diubah dan kapan pemberlakuannya,” jelasnya.
Kemnakertrans akan mengeluarkan edaran secepatnya dalam pekan ini. Meski pelaksanaan putusan MK ini sendiri diberlakukan hingga perjanjian kerja outsourcing berakhir.
Myra mengingatkan outsourcing adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. PKWT inilah yang mendasari adanya pekerja kontrak.
Berdasarkan putusan MK, ada beberapa pasal yang harus diubah atau tidak diberlakukan atau tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga harus diupayakan untuk dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang baru.
Myra berharap mudah-mudahan semua pemangku kepentingan menyadari semua itu bahwa bagaimanapun ini harus dikemas dalam bentuk peraturan perundang-undangan. “Kalau memang semua sudah sepakat, kan bisa saja masuk di legislasi nasional (legnas) atau mungkin bisa diupayakan kembali UU-nya,” katanya.
Sebelumnya, Selasa (17/1), MK memutuskan ketidakpastian pekerja dengan sistem kontrak, termasuk outsourcing, telah melanggar konstitusi. Putusan ini dinilai memberi dampak positif pada pemenuhan hak-hak buruh. MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Permohonan pengujian UU Ketenagakerjaan ini diajukan oleh Didik Suprijadi yang mewakili lembaga swadaya masyarakat (LSM) Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2MLI). Oleh MK, aturan untuk pekerja outsourcing (penyedia jasa pekerjaan) dalam UU tersebut, yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b dianggap inkonstitusional jika tidak menjamin hak-hak pekerja.
Ketua MK Mahfud MD mengatakan aturan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja atau buruh yang objek kerjanya tetap ada walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Mahfud berpendapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi konstitusi. Karena itu, mahkamah memastikan aturan tersebut bisa menjamin adanya hubungan kerja yang melindungi hak-hak pekerja dan model outsourcing tidak disalahgunakan perusahaan.
MK juga menilai bahwa posisi buruh outsourcing dalam hubungannya dengan perusahaan menghadapi ketidakpastian kelanjutan kerja apabila hubungan kerja dilakukan berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Perjanjian kerja ini memberi implikasi jika hubungan pemberian kerja antara perusahaan pemberi kerja dengan perusahaan outsourcing habis, habis pula masa kerja buruh.
Buruh juga mengalami ketidakpastian masa kerja karena tidak diperhitungkan secara jelas akibat sering bergantinya perusahaan penyedia jasa outsourcing. Dampaknya adalah hilangnya kesempatan pekerja outsourcing untuk memperoleh pendapatan, tunjangan yang sesuai dengan masa kerja dan pengabdiannya.(dry)

0 komentar:

Posting Komentar