VIVAnews - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo), Sofjan Wanandi, menilai akar permasalahan tenaga alih daya
(outsourcing) sebetulnya akibat ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Rencana pemerintah untuk menerbitkan Permenakertrans tentang alih daya
justru dianggap bertentangan dengan undang-undang tersebut.
Sofjan menjelaskan, pasal 66 UU Nomor 13/2003 menegaskan
pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya menunjang kegiatan inti (core
business) dapat dilakukan lewat outsourcing. Pemilahan core dan non core
nantinya akan dibahas dalam badan pekerja Lembaga Kerja Sama Tripartit
Nasional.
“Namun, karena tekanan buruh, pemerintah melakukan penafsiran
tersendiri. Kepala bagian hukum Kemenakertrans juga mengetahui, kalau
dibuat akan bertentangan dengan undang-undang. Semua dilakukan di luar
hukum, pemerintah melanggar hukumnya sendiri,” kata Sofjan di Jakarta,
Rabu 7 November 2012.
Dengan pertimbangan tersebut, Apindo secara tegas menolak
Permenakertrans tentang alih daya yang akan dikeluarkan pemerintah.
Aturan ini dianggap melanggar kesepakatan bersama yang telah dibuat
dalam LKS Tripartit Nasional dan bertentangan dengan UU
Ketenagakerjaan.
Para pengusaha juga menilai, ketentuan baru sistem alih daya justru
tidak memberikan jaminan perlindungan hak pekerja, karena lemahnya
pengawasan pemerintah.
Untuk itu, Apindo mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan
praktik alih daya, bukan menghapus praktik alih daya yang notabene
diperlukan perusahaan untuk bergerak lebih dinamis.
“Masalah utama adalah Undang-Undang Nomor 13/2003 yang perlu
direvisi. Saat ini, sesama orang Indonesia saling menyandera, padahal
tidak terjadi sebelum ada undang-undang ini,” paparnya. (art)
Sumber: Viva.co.id
Senin, 12 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar