Rabu, pukul 10.00 WIB (3/10) Kota
Bandung di hujani masa rakyat pekerja dari berbagai pabrik-pabrik dan
organisasi-organisasi pekerja. Dalam Gerakan Tiga Oktober Mogok Nasional
(GETOK MONAS). Lebih dari 5000 demonstran pekerja pabrik mengutarakan
aspirasi mereka dimuka Gedung Sate, pusat pemerintahan daerah Jawa
Barat. Para pekerja melakukan aksi damai dengan menggunakan mobil truk
terbuka sebagai panggung orasi dengan bertemakan aksi ”Hapuskan Sistem Kerja Kontrak Dan Outsourcing, Hapus Politik Upah Murah: Upah Layak Sekarang Juga”.
Aksi ini didasari bahwa banyak ketidak
adilan yang mereka rasakan atas terciptanya Produk Undang-undang yang
berpihak kepada para pengusaha/insvestor dan tidak menguntungkan pihak
Pekerja. Misalnya saja, di dalam undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pada pasal 64-66 mengatur tentang sistem outsourcing
untuk karyawan atau tenaga kerja yang di ambil dari yayasan (perusahaan
penyedia jasa) penampung para calon tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja diperusahaan yang bersekala lebih besar
(korporasi). Pasalnya, secara hubungan hukum, Pekerja tidak akan
terikat kepada perusahaan pengguna jasa tenaga kerja, baik hak-haknya
maupun jaminan sosialnya. Yang dimana, hal ini kemudian akan menjadi
modus bagi perusahaan untuk mengeksploitasi Sumber Daya Manusia. Hal ini
semakin menunjukan bahwasannya ketidak pastian kerja dan kesejahteraan
yang rendah masih terus terjadi di negeri kita, dan ini merupakan
perbudakan modern yang telah diciptakan kaum penguasa.
Disamping itu, banyak terdapat celah
serta kekosongan hukum dalam jaminan sosial untuk terciptanya kehidupan
kesejahteraan pekerja/buruh, tidak adanya perlindungan hukum untuk
pekerja, tidak adanya sanksi tegas kepada perusahaan-perusahaan yang
melanggar hak-hak bagi pekerja, dan produk-produk Undang-undang lainnya
yang menunjang perusahaan untuk terus menindas pekerjanya. Betapa
keberpihakan pemerintah kepada investor atau pun penguasa modal begitu
tinggi.
Sorak sorai masa aksi sangat bersemangat
dalam upaya menuntut jaminan hak-hak mereka ditengah teriknya matahari
dengan mengibarkan bendera-bendera organisasi pekerja. Adapun tuntutan
para buruh pada aksi mogok kali in, yakni ; Hapuskan Sistem Kerja
Kontrak Dan Outsourcing, Hapus Politik Upah Murah: Upah Layak Sekarang
Juga, Jaminan Sosial gratis untuk buruh dan rakyat.
Untuk meraih sebuah kehidupan sejahtera
dan mendapatkan keadilan, para masa aksi pun mendobrak perlawanan agar
Ahmad Heriawan sebagai Gubernur daerah Jawa Barat keluar dari
“istananya” dan mengutarakan solusi ditengah ribuan masa aksi untuk
menjawab semua tuntutan buruh.
Dalam orasinya, Ahmad Heriawan
mengeluarkan Moratorium, yaitu yang berisikan adanya keseimbangan antara
pekerja dan pengusaha agar terciptanya hubungan kerja yang harmonis,
membuat posko pelanggaran dan pemantauan outsourcing dimasing- masing
kabupaten kota untuk mengefektifkan pengawasan. Ini adalah
langkah-langkah awal dalam menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan.
Disadari bahwa moratorium ini lahir
karena paksan dan desakan buruh, bukan karena inisiatif gubernur untuk
upaya mensejahterakan para pekerja se-JawaBarat. Namun, Secara politik
haruslah kita apresiasi tindakan dari Gubernur Jawa Barat tersebut.
Tetapi harus diperhatikan pula bahwa Moratorium yang berupa Surat Edaran
ini mempunyai kekuatan hukum yang lemah, yang berbeda dengan Surat
Keputusan atau bahkan Peraturan Daerah sekalipun. Dengan kata lain,
secara hukum, moratorium ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap
untuk menjamin semua tuntutan para pekerja/buruh.
Maka jelas bahwas moratorium ini
janganlah dipandang sebagai jawaban akhir dari penerapan sistem
outsourcing yang selama ini selalu menyengsarakan kaum buruh, tapi kita
harus terus mendorong pemerintah agar melahirkan satu peraturan
berkekuatan hukum yang mengakomodir hak-hak serta jaminan sosial kepada
kaum buruh. Karena pada hakikatnya pemerintah wajib untuk menjamin kaum
buruh sebagai warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan layak sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 27
Undang-Undang Dasar.
0 komentar:
Posting Komentar